Monday, October 9, 2017

REVIEW JURNAL METODE PENELITIAN

KLASTER INDUSTRI SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING AGROINDUSTRI BIOENERGI BERBASIS KELAPA SAWIT 

Pendahuluan 
          World Economic Forum (WEF) dan Bank Dunia membuktikan bahwa kemampuan daya saing industri di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Ada tiga kelompok faktor penentu daya saing yang dibagi oleh WEF yang dianggap sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi, diantaranya adalah persyaratan-persyaratan dasar, pendorong efisiensi, serta faktor-faktor inovasi dan kecanggihan. Menurut Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index (GCI) dan diperkuat oleh laporan tahunan Bank Dunia, WEF menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi peringkat 50 dari 144 negara pada tahun 2012 – 2013. Posisi tersebut membuktikan bahwa Indonesia mengalami penurunan jika dibandingkan dengan posisi Indonesia pada tahun 2010 – 2011 yang berada pada peringkat 44 dari 139 negara. Maka dari itu, untuk meningkatkan daya saing industri nasional dari berbagai sektor potensial yang ada diperlukan upaya-upaya yang serius dan bersifat strategis.
        Indonesia memiliki komoditas pertanian yang paling potensial yaitu kelapa sawit dimana tingkat produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil – CPO) sebesar 23.123.359 ton dan telah terjadi peningkatan volume ekspor minyak CPO hingga lebih dari 20 juta ton untuk 70% diantaranya ekspor ke India, Cina, dan Uni Eropa. Selain minyak CPO, agroindustri kelapa sawit nasional di Indonesia juga telah mengolah produk lain seperti PKO (Palm Kernel Oil), dan beberapa produk turunan utama diantaranya minyak goring (olein), margarin, Palm Mid Fraction (PMF), Palm Fatty Acid Destillate (PFAD), asam lemak dan bioenergi (biodiesel). Di beberapa Negara, biodiesel dapat dihasilkan dari komoditas-komoditas lainnya seperti kacang kedele (soybean), jarak pagar (rapeseed) dan biji bunga matahari. Kawasan Eropa masih memegang peranan penting dalam pasar biodiesel dunia dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 57,17%. Kawasan USA menduduki urutan kedua dengan pangsa pasar 14,18% dan Argentina menduduki urutan ketiga dengan pangsa pasar sebesar 13,26%. Setelah itu, Brazil dengan pangsa pasar sebesar 11.18%. Sedangkan Indonesia dan Malaysia hanya memiliki pangsa pasar masing-masing sebesar 3.49% dan 0,72%. 
          Apabila dilihat dari kemampuan dan terlepas dari daya saing yang ada, produksi biodiesel di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen lainnya seperti Uni Eropa dan Amerika. Selain itu, minyak kelapa sawit di Indonesia lebih banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan produk lainnya selain biodiesel, seperti minyak goreng dan margarin. Guna memenuhi kebutuhan nasional dan untuk memaksimalkan pemanfaatan komoditas pertanian dalam negeri terutama kelapa sawit, pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusannya dengan mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013 dimana dalam peraturan tersebut pemerintah menegaskan bahwa pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) harus ditingkatkan 10% dalam pemenuhan energi bahan bakar minyak (BBM) yaitu biodiesel. Upaya tersebut sangat memberikan dampak yang positif bagi perekonomian nasional karena mampu menghemat devisa negara hingga US$ 831 juta. 
          Kebijakan pemanfaatan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini, perlu ditunjang dengan strategi yang terencana dan jelas sehingga dapat memberikan hasil-hasil ekonomi yang maksimal. Salah satu strateginya adalah pengembangan kawasan klaster industri. Pembangunan kawasan industri ini bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah, meningkatkan daya saing serta investasi industri, dan memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor (Tambunan, 2013). Penelitian mengenai klaster industri sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing industri bioenergi dari kelapa sawit ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang permasalahan yang ada dan efektifitas hubungan keterkaitan antar pelaku usaha serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing klaster industri bioenergi nasional. 

Konsep Klaster Industri 
Pengertian klaster (cluster) adalah kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki kesamaan atau karateristik tertentu. Perihal ekonomi atau bisnis, “klaster industri (industrial cluster)” menurut Michael Porter merupakan konsentrasi geografis dari beberapa perusahaan yang saling berhubungan dan lembaga pada bidang tertentu (Menzel dan Fomahl, 2009). Klaster industri dapat dikatakan juga sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan dan komplementaritas. Hal tersebut dikarenakan, dalam sebuah klaster industri tidak hanya terdiri dari perusahaan melainkan juga adanya institusi-institusi lainnya yang mendukung. Berikut merupakan gambaran suatu klaster yang terdiri dari interkoneksi antar berbagai perusahaan dalam ruang dan batas-batas menurut Menzel dan Fomahl (2009). 

Model Daya Saing Berlian Porter 
Salah satu model yang sering dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan klaster industri adalah Model Berlian Porter (Porter’s Diamond Model). Porter mengajukan empat faktor terkait yang menentukan keunggulan daya saing suatu industri, diantaranya strategi perusahaan, struktur, dan persaingan; kondisi permintaan; kondisi faktor; serta industri terkait dan pendukung. Selain keempat faktor tersebut, Porter menambahkan faktor chance dan government pada model tersebut. Keenam faktor tersebut membentuk sebuah sistem sebagai berikut. 


Bioenergi Berbasis Kelapa Sawit 
          Bioenergi merupakan energi yang diperoleh atau dihasilkan dari sumber biomasa. Biomasa merupakan bagian dari suatu produk yang dapat terurai secara biologi, limbah dan sisa dari pertanian (termasuk zat nabati dan hewani), kehutanan dan industri terkait, serta bagian dari limbah industri dan limbah kota yang terdegradasi secara biologis. Bioenergi dapat berwujud cair seperti biodiesel, berwujud gas atau dikenal sebagai biogas, dan berwujud padat seperti pelet dan biobriket. Bioenergi dapat dimanfaatkan untuk penghasil panas, sumber energi listrik, serta sebagai bahan bakar. 
          Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang berpotensi sebagai sumber penghasil bioenergi. Kelapa sawit dapat menghasilkan produk bioenergi yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi dalam bentuk bahan bakar nabati (BBN), yakni biodiesel. Produk biodiesel pada saat ini lebih banyak diekspor ke luar negeri karena memberikan keuntungan yang lebih maksimal.  

Bahan dan Metode 
          Kajian ini merupakan analisis secara deskriptif terhadap beberapa sumber data sekunder yang menjadi acuan dalam kajian ini diantaranya adalah Data Statistik Pertanian Indonesia 2014, Data Statistik Agroindustri Kelapa Sawit, GAPKI 2014, Data Statistik Energi Baru dan Terbarukan, EBTKE 2014, Hasil Evaluasi Tim Ahli Klaster Industri Kementrian Perindustrian Nasional tahun 2012 serta hasil-hasil kajian penelitian lainnya. Adapun perihal daya saing yang dikaji merujuk kepada faktor-faktor pada Model Berlian Porter. 

Hasil dan Pembahasan 
Pasokan dan Kebutuhan Bahan Baku 
        Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. CPO da PKO adalah bahan baju utama yang dibutuhkan dalam berbagai industri turunan kelapa sawit. Setiap tahunnya, kebutuhan akan bahan baku dasar tersebut terus meningkat. 

Minyak goreng masih mendominasi pada kebutuhan bahan baku yakni sebesar 6.468.303 ton (61,6%), sedangkan kebutuhan bahan baku biodiesel hanya sebesar 2.640.000 ton (25,2%). 

Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor Biodiesel Kelapa Sawit Nasional 
Konsumsi bahan bakar nabati biodiesel dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, tercatat bahwa konsumsi biodiesel nasional hanya 0,06% dibandingkan dengan konsumsi BBM. Volume ekspor kelapa sawit pada tahun 1980-2013 terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 23,52% per tahun. Berikut merupakan grafik ekspor dan harga biodiesel nasional per bulan di tahun 2013. 

Perkembangan Klaster Agroindustri Berbasis Kelapa Sawit Nasional 
          Tim Tenaga Ahli Klaster Industri Agro telah melakukan evaluasi terhadap perkembangan 11 klaster industri yang ada di Indonesia pada tahun 2012 dan tiga diantaranya berbasis kelapa sawit. Klaster agrindustri kelapa sawit terdapat di Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Kalimantan Timur. Tim tersebut menggunakan empat elemen kunci dalam melakukan analisis diantaranya, aglomerasi perusahaan, nilai tambah dan mata rantai nilai, jejaring kerja sama serta infrastruktur ekonomi. Berikut merupakan hasil pengukuran nilai perkembangan klaster kelapa sawit nasional di tiga wilayah provinsi pada tahun 2012 tersebut. 
      Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ketiga klaster agroindustri kelapa sawit nasional tersebut mengalami peningkatan nilai setelah terbentuknya klaster industri. Dalam upaya peningkatan daya saing industri nasional, pemerintah harus menetapkan kebijakan-kebijakan untuk menghadapi permasalahan yang ada, seperti kebijakan yang mendukung percepatan pengembangan kawasan industri, kebijakan dibidang peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi, kebijakan hilirisasi industri, kebijakan peningkatan standarisasi produk, kebijakan moderniasi pabrik, serta kebijakan yang mendorong ekspor produk unggulan. 

Kesimpulan 
Program klaster industri telah memberikan pengaruh positif bagi pengembangan agroindustri kelapa sawit nasional. Penetapan kebijakan menjadi faktor utama bagi upaya peningkatan daya saing agroindustri nasional. Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan terhadap berbagai aspek, menjadi tonggak utama dalam upaya peningkatan daya.


Sumber : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/12946

PPT Review Jurnal Metode Penelitian